Jumat, 25 September 2009

Bisnis Ilegal Logging Mirip Bisnis Judi

Medan (SIB)

Para broker kayu di Sumut mulai ‘buka mulut’ dan menyebutkan sedikitnya 1,1 juta hektare di Sumut hingga kini masih dikuasai 20 pengusaha pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) dan hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPH-TI) yang dikuatirkan akan menambah kerusakan hutan dan ekosistem rawan bencana daerah ini.

Broker kayu internasional dari beberapa perusahaan (trading) di Medan, Ir Paskalis Sitompul dan Gunawan Z yang mengaku mantan broker kayu lintas Riau-Sumut, secara terpisah menyebutkan hampir 80 persen para pengusaha melakukan manipulasi hak pemanfaatan hasil hutan dengan menebang kayu-kayu dengan volume atau luas yang lebih atau ‘melenceng’ dari ketentuan resmi. Misalnya izin tebang 100 hektare, tapi dirambah hingga 300 hektar atau lebih.

"Kebanyakan pengusaha kayu, misalnya para pemegang HPH atau HPH-TI maupun PSDH (Pemanfaatan Sumber Daya Hutan) dan IPK-R (Izin Pemanfaatan Kayu-Register) melakukan manipulasi luas maupun ukuran kayu tebangan. Sehingga, banyak hutan yang rusak dan bencana kian besar. Apalagi hingga sekarang masih banyak pengusaha yang menguasai hutan, termasuk di Sumut sendiri," ungkap Paskalis Sitompul kepada SIB di Medan, Senin (10/11).

Hal senada juga disebutkan Gunawan Z, bahwa bisnis illegal logging ini sebenarnya mirip bisnis judi dengan modus operandi meraup hasil-hasil hutan yang didanai para bandar, tapi diamankan para oknum aparat dan pejabat sehingga terus aman dan lancar. Dia mencontohkan, kasus-kasus pencurian kayu yang tertangkap dan diproses hukum selama ini hanyalah bisnis kelas teri, sementara bisnis kelas atas milik para mafia selalu ‘hilang tanpa bekas’.

Mereka mengutarakan hal itu menanggapi maraknya pro-kontra penyebab banjir bandang Sungai Bohorok yang telah menewaskan ratusan orang di lokasi objek wisata Bukit Lawang pada Minggu malam (2/11) lalu. Soalnya, para pejabat kemudian menyatakan bencana banjir itu semata-semata merupakan bencana alam murni dan bukan akibat perambahan hutan secara liar (illegal logging). Para aparat menyatakan pihaknya akan menindak anggotanya ‘bila terbukti’ terlibat, sementara para pengusaha atau mafianya dengan mudah ‘buang badan’ bahkan bisa kabur ke luar negeri.

Sitompul yang kini aktif sebagai pengurus salah satu partai politik ini mengaku pihaknya kini prihatin dengan maraknya aksi perambahan hutan yang telah merenggut ratusan bahkan telah ribuan korban jiwa atas berbagai bencana yang diakibatkan kerusakan ekosistem seperti yang terjadi pada Hutan Leuser yang merupakan hutan lindung tapi bebas ditebangi pihak mafia.

Hingga kini, ke-20 perusahaan yang ‘masih’ menguasai sekitar 1,1 juta hektar hutan Sumut itu adalah 14 perusahaan pemegang HPH dan tujuh pemegang HPH Tanaman Industri (HPH-TI) termasuk satu PT Inhutani (BUMN). Pihak Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI) Komda Sumut melalui ketuanya R Oscar A Sipayung mengatakan izin HPH sebagian besar perusahaan itu telah dicabut, namun data yang diperoleh SIB menunjukkan hanya dua perusahaan yang sudah tidak aktif (tak berlaku) lagi izin HPH-nya (lihat tabel).

Dari 1,1 juta hektare itu, hutan terluas dikuasai eks PT Inti Indorayon Utama, yaitu seluas 269.000 hektare, disusul PT GRUTI di tiga daerah seluas 100.000 hektare dan PT Aek Gadis Timber 90.089 hektar. Kalangan broker kayu yang aktif terlibat dalam transaksi lokal, nasional, bahkan internasional di Medan menyebutkan luas hutan yang dirambah cenderung melebihi luas yang diizinkan resmi.

"Soalnya, hutan-hutan di daerah potensial di Indonesia telah ditargetkan jauh-jauh hari sebagai sumber dana vital bagi kalangan mafia, aparat, pejabat (MAP) yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam bisnis ini," katanya prihatin sembari mencontohkan modus penggelindingan kayu mulai dari hutan, sungai, jingga akhirnya ke laut untuk diekspor secara liar juga. (A14/y)

(Sinar Indonesia Baru, Minggu, 14 Desember 2003


SUMBER: http://www.korwilpdip.org/17ILEGAL141203.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar